MENINGKATKAN
KOMPETENSI LITERASI PESERTA DIDIK MELALUI BUDAYA MEMBACA BUKU
Oleh:
Erna Hernawati
Guru Bahasa Indonesia SMP Negeri 1 Anjatan Indramayu
PISA
dilaksanakan setiap tiga tahun sekali dan Indonesia telah mengikuti tujuh
putaran PISA sejak tahun 2000. PISA 2018 di Indonesia diikuti oleh 399 satuan
pendidikan dengan 12.098 siswa. Responden PISA Indonesia tersebut mewakili 3,7
juta siswa kelas 7 – 12 yang berusia 15 tahun.
Capaian
PISA 2018 menunjukkan, Indonesia menduduki posisi 10 terbawah dari 79 negara
yang berpartisipasi. Kemampuan rata-rata membaca siswa Indonesia adalah 80 poin
di bawah rata-rata OECD. Kemampuan siswa Indonesia juga masih berada di bawah
capaian siswa di negara-negara ASEAN. Kemampuan rata-rata membaca, matematika,
dan sains siswa Indonesia secara berturut-turut adalah 42 poin, 52 poin, dan 37
poin di bawah rerata siswa ASEAN. Selanjutnya, bila ditinjau lebih lanjut
terkait kemampuan siswa Indonesia pada PISA 2018, kemampuan siswa dapat
dibedakan menjadi kompetensi tingkat minimum atau lebih dan di bawahnya. Secara
persentase, kurang lebih hanya 25% siswa Indonesia yang memiliki kompetensi
membaca tingkat minimum atau lebih, hanya 24% yang memiliki kompetensi
matematika tingkat minimum atau lebih, dan sekitar 34% siswa Indonesia yang
memiliki kompetensi sains tingkat minimum atau lebih (OECD, 2019a).
Menyikapi kenyataan tersebut, Indonesia, khususnya
dunia pendidikan melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kompetensi
literasi peserta didik, mengingat betapa pentingnya seorang peserta didik
memiliki kompetensi yang baik dalam literasi.
Apa saja manfaat kompetensi literasi bagi peserta
didik?
1. Meningkatkan hasil prestasi belajar. Dengan kompetensi
literasi yang baik, peserta didik akan mempunyai kemampuan yang baik pula dalam
memahami pembelajaran. Semua materi pelajaran apapun, seperti bahasa Indonesia,
IPA, PPkn, Seni Budaya, dan yang lainnya
tidak akan melewatkan kegiatan membaca. Semakin baik kemampuan membaca
peserta didik, maka akan semakin bagus pula prestasi belajarnya. Kemampuan
membaca pada peserta didik bisa dikategorikan baik, bila mampu memahami 75% isi
bacaan.
2. Meningkatkan kedewasaan berpikir dan bertindak. Usia
peserta didik yang masih remaja sering kali membuat mereka bertindak tidak
sesuai aturan, seenaknya, dan mau menang sendiri. Namun, jika mereka memiliki
kompetensi literasi yang baik, maka mereka akan menjadi pribadi yang dewasa
baik dalam berpikir maupun dalam bertindak. Itulah salah satu alasan, mengapa
ada peserta didik tetap menjadi pribadi yang baik bahkan berprestasi walaupun
ada banyak permasalahan dalam hidupnya. Literasi
mengajarkan kita untuk bisa menemukan pembelajaran hidup dari sebuah bacaan.
3. Membantu peserta didik menjadi pribadi yang terbuka,
yang mampu mengungkapkan pendapat dan perasaannya kepada orang lain. Dengan
kompetensi literasi yang baik seorang peserta didik mampu memberikan tanggapan,
komentar, kritik, pujian, juga perasaan
kepada orang lain dengan cara yang santun dan tanpa melukai perasaan
orang lain.
Ada beberapa upaya sederhana dalam
meningkatkan kompetensi literasi peserta didik, salah satunya adalah dengan
membudayakan membaca buku di sela-sela
kesibukan peserta didk dalam belajar.
Bagaimanakah cara meningkatkan
kompetensi literasi peserta didik melalui budaya membaca buku?
1. Jadikan kegiatan membaca buku sebuah tantangan bagi
peserta didik. Untuk memotivasi peserta didik yang belum minat membaca,maka
pihak sekolah bisa memberikan
penghargaan manakala ada peserta
didik yang sudah mampu memahami isi buku tersebut. Penghargaan bisa berupa
publikasi di Mading Sekolah, Website Sekolah, atau bisa dengan memberikan
buku-buku bacaan yang mereka sukai. Umumkan prestasi membaca peserta didik
tersebut dalam kegiatan upacara bendera agar diketahui oleh semua peserta
didik.
2. Jadikan kegiatan membaca buku sebagai salah satu
syarat bisa mengukuti kegiatan PTS atau kegiatan PAS/PAT. Peserta didik bisa
memenuhi syarat bila sudah membaca minimal 4 atau 5 buku dalam satu semester.mau
tidak mau peserta didik dipaksa membaca, jika ingin mengikuti kegiatan PAT atau
PAS.
3. Untuk mengukur seberapa dalam pemahaman peserta didik
dalam membaca, peserta didik harus membuat laporan baik secara tulisan maupun
lisan. Ada beberapa teknik dalam menulis laporan hasil membaca, diantaranya,
peserta didik membuat resensi buku, ulasan, maupun reviu buku dengan model AIH
(Alasan, Isi Hikmah), Isikawa Fishbone (tulang Ikan), Y-Cart, atau infografis.
Sementara, untuk laporan dalam bentuk lisan, peserta
didik harus mampu mempresentasikan isi buku di depan teman—temannya, pendidik,
maupun di depan kepala sekolah, baik di dalam kelas maupun di luar kelas,
seperti di aula, atau di lapangan upacara.
4. Libatkan semua warga sekolah dalam kegiatan membaca
buku, terutama ibu dan bapak guru. Pastikan bahwa kegiatan membaca buku ini
bukan hanya milik guru bahasa indonesia saja, tapi juga milik guru mata
pelajaran yang lain.
Ibu bapak guru bisa terlibat langsung dengan peserta
didik dalam kegiatan presentasi buku. Ibu bapak guru bisa memberikan sedikit
waktunya di saat istiraha misalnya, untuk
melayani peserta didik yang ingin presentasi.
5. Lengkapi perpustakaan sekolah dengan buku-buku bacaan
yang menarik, baik fiksi maupun nonfiksi, yang berkaitan dengan berbagai mata
pelajaran, sehingga akan memudahkan peserta didik untuk mendapatkan bahan
bacaan yang mereka sukai.
Semoga dengan upaya sederhana tersebut, kompetensi literasi peserta didik
akan semakin meningkat. Perlahan namun pasti akan merubah posisi Indonesia dari
10 terbawah menjadi 10 teratas. Mengajak peserta didik untuk mau membaca itu
bukan hal yang mudah, perlu aksi nyata untuk mewujudkan budaya membaca di
antara peserta didik. Perlu kerja keras, kesabaran, tenaga, pikiran dan juga
materi untuk mewujudkan itu semua. Literasi milik kita semua. Mari bersama ikut
andil dalam meningkatkan literasi membaca, menciptakan generasi muda yang
tangguh, siap menerima kemajuan IPTEK, dan hebat dalam literasi.
Indramayu, !0 Oktober 2022